Tulisan di bungkus rokok yang menyiratkan kadar tar dan nikotin rendah dengan label “light”, “mild” atau “ultra light” berdasarkan pengukuran mesin dengan metode ISO adalah menyesatkan. Pengukuran mesin yang menghasilkan nilai tertentu tidak sama dengan kadar yang sesungguhnya dikonsumsi oleh tubuh manusia karena adanya efek biologis yang tidak sama dengan kerja mesin.
Pada metode FTC (Federal Trade Organization) yang diprakarsai Komisi Perdagangan Amerika Serikat tahun 1960 dan metode ISO (International Organization for Standardization) di Eropa pada tahun yang sama setelah diberi kodifikasi ISO[i], rokok yang mau diukur kadarnya dimasukkan ke dalam lobang pada sebuah mesin sampai sedalam 5 mm. Ke dalam rokok tersebut dimasukkan semacam pipa otomatik yang berfungsi seperti orang mengisap rokok dengan isapan tetap, 2 detik setiap 60 detik sekali, dengan volume isapan asap 35 ml (volume isapan pada manusia sangat variabel berkisar antara 21-60 ml, lamanya antara 0,8-3 detik dan frekuensi mengisap juga bervariasi antara 18 – 60 detik. Tingkat ketergantungan terhadap nikotin mengakibatkan perokok menyesuaikan kedalaman dan frekuensi isapan untuk mencapai kadar nikotin dalam tubuh yang dibutuhkan untuk memuaskan rasa ketagihan dan mengurangi gejala sakau). Mesin akan memompa terus sampai rokok tinggal 23 mm (untuk rokok filter, 3 mm di atas filter).
Hasil isapan mesin ditampung di kertas filter untuk mengukur partikel padatnya, TIDAK TERMASUK gas. Jadi gas CO, sebagian nikotin dan substansi lain yang berbentuk gas tidak terdeteksi. Bahan yang tertampung di kertas disebut Total Particulate Matter (TPM). Jumlah nikotin padat dalam TPM inilah yang dicatat sebagai hasilnya yaitu kadar nikotin rokok yang diumumkan kepada konsumen, sedangkan TPM dikurangi nikotin padat dan air dilaporkan sebagai kadar tar. Tar adalah kumpulan beribu- ribu bahan kimia yang terbatas dan menghasilkan residu padat yang pekat dan lengket. Hasil pengukuran “mesin merokok” (machine-smoking of cigarettes) disebut “yield” dipublikasikan sebagai kadar tar dan nikotin. Ini perlu dibedakan dengan jumlah bahan dalam asap rokok yang sesungguhnya disalurkan, diisap dan diabsorbsi oleh perokok yang disebut “delivery”. “Yield” adalah kuantitas yang dihasilkan secara tetap oleh mesin, sedangkan “delivery” bersifat variabel dan tidak mungkin diukur dengan mesin.
Sampai saat ini tidak satupun pengukuran kadar tar dan nikotin dengan cara FTC/ISO yang didasarkan pada studi ilmiah dari perilaku manusia yang merokok.
Dengan rokok rendah nikotin, perokok akan mengkompensir dengan cara mengisap lebih dalam, lebih sering atau merokok lebih banyak. Mengisap rokok dengan kadar tar dan nikotin rendah sama saja dengan merokok biasa. Kesan “kurang berbahaya” menjadi pilihan konsumen – konsumsi rokok meningkat dan volume penjualanpun meningkat. Dari hampir tidak memiliki pangsa pasar pada tahun 1994, maka pada tahun 2006, pangsa pasar untuk rokok kretek “mild” mencapai 34% dari total pangsa pasar rokok kretek mesin atau 19% dari total pangsa pasar rokok. Industri rokok memperkirakan bahwa penjualan rokok rendah tar akan tumbuh tiga kali lipat selama tahun 2007-2010[ii].
Tanpa peraturan pemerintah tentang jenis dan peringatan kesehatan di bungkus rokok dan informasi lain yang berguna bagi konsumen, industri tembakau akan memanfaatkan ruang yang terbatas untuk kepentingan promosi produk. Kebijakan kemasan dan pelabelan melarang pernyataan produk yang menyesatkan yang menciptakan kesan salah seakan-akan produk tersebut aman dikonsumsi. Deskripsi “mild”, “light”, “ultra light” dan sebangsanya bertujuan untuk menutupi bahaya kesehatan yang berhubungan dengan konsumsi tembakau.
[i] WHO. ‘Monograph: Advancing Knowledge on Regulating Tobacco Products’, 2000 dalam Kemasan dan Pelabelan Produk Tembakau. Widyastuti Soerojo. WHO, APW # INO TOB 001/ECI/P1/A1. TA-Strengthening Leadership in Tobacco Control, Jakarta : Juni 2004
[ii] Barber S, Sri Murtiningsih Adioetomo, Abdillah Ahsan, Diahhadi Setyonaluri. Ekonomi Tembakau di Indonesia hal 17. Depok: Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar