Usaha pengendalian tembakau di Indonesia saat ini semakin berkembang dan mulai banyak mendapat perhatian dari berbagai pihak dan kalangan, termasuk pemerintah dan masyarakat. Di sela-sela gencarnya upaya pengendalian konsumsi tembakau, yang utamanya adalah rokok, muncul sebuah fenomena baru yang cukup meresahkan dan mulai perlu perhatian khusus. Yaitu dipasarkannya produk berlabel rokok elektronik, atau mungkin lebih dikenal dengan istilah populernya E-cigarette (electronic cigarette).
Dalam pemasarannya, produk ini diklaim sebagai produk yang aman dan tidak membahayakan bagi kesehatan. Dengan label produk yang bebas asap dan ramah lingkungan, rokok elektronik nampaknya dimunculkan sebagai salah satu alat yang berpotensi menjadi alternatif solusi permasalahan yang sering kali dihadapi oleh para perokok, terkait dengan upaya regulasi perilaku merokok di ruang publik. Bahkan dalam perkembangannya kemudian, alat elektronik yang mempunyai bentuk fisik sangat menyerupai rokok ini mulai dikenal masyarakat sebagai bentuk solusi bagi mereka yang ingin berhenti merokok. Penggunaan alat yang mudah dan praktis ini menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat, sehingga tidak heran jika kemudian rokok elektronik dikaitkan dengan konsep gaya hidup modern yang menawarkan kemudahan, kepraktisan dan tetap aman bagi kesehatan. Namun apakah semua hal tersebut memang sebuah fakta yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, ataukah hanya merupakan bentuk informasi dan wacana yang ditawarkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan sebagai salah satu strategi pemasaran produk.
Apakah E-cigarette itu?
Apakah E-cigarette itu?
Produk ini pada prinsipnya bekerja sebagai vaporizer, yaitu penghasil uap/gas dari sejumlah zat cair, dalam hal ini nikotin cair, yang terdapat di dalam alat tersebut. Alat elektronik yang berukuran sama besar dengan sebatang rokok ini bekerja secara elektronik melepaskan uap nikotin dengan beberapa tingkat konsentrasi yang berbeda, bahkan juga dengan berbagai jenis sensasi rasa berbeda demi kenikmatan penghisapnya. Pemakaian alat ini sama seperti layaknya orang merokok secara konvensional, hanya perbedaanya dengan rokok elektronik ini tidak memerlukan korek api untuk menyulut. Saat pengguna menghisap melalui salah satu ujung rokok elektronik ini, secara otomatis alat penguap yang terdapat di dalamnya akan teraktivasi dan bekerja mengubah cairan nikotin didalamya menjadi uap yang kemudian terhisap masuk ke dalam sistem pernafasan si penghisap.
Seperti yang telah disinggung di atas, bahwa produk yang diklaim sebagai hasil inovasi teknologi mutakhir ini dipasarkan ke masyarakat dengan menawarkan gaya hidup modern, dan elegant. Terjangkaunya harga rokok elektronik ini makin menambah daya tarik masyarakat untuk mencoba alat yang disebut-sebut lebih ekonomis dan hemat daripada rokok konvensional. Namun yang paling meresahkan adalah slogan pemasaran yang hampir seragam menyertai berbagai promosi produk ini, antara lain adalah “Healthy smoke” (Rokok yang sehat), “Smoking and stay healthy” (Merokok dan tetap sehat), “Safe smoking” (Merokok dengan aman) dan sebagainya. Pada intinya menawarkan gabungan konsep antara “Rokok”, “Sehat dan Aman”.
Beberapa ulasan menyebutkan bahwa rokok elektronik lebih aman daripada jenis rokok konvensional, karena kandungan zat yang digunakan di dalamnya adalah murni konsentrat nikotin cair saja, tanpa produk fisik tembakau. Rokok elektronik dianggap lebih “sehat” karena tidak bercampur dengan senyawa toksik lain yang berasal dari tembakau. Tanpa adanya pembakaran, tidak ada asap yang menyertai penggunaan produk ini, maka tidak menimbulkan masalah terkait perokok pasif. Selain itu rokok elektronik yang dapat digunakan berulang kali ini tidak menghasilkan sampah abu rokok maupun puntungnya, sehingga dianggap lebih bersih dan ramah lingkungan. Namun permasalahan utama justru terletak pada isi produk elektronik ini, yaitu konsentrat nikotin cair, apakah penggunaan zat yang bersifat adiktif dalam konsentrasi kemurnian tinggi ini aman bagi kesehatan dan benar-benar tanpa risiko?
Efek nikotin pada kesehatan
Sedikit lebih jauh mengenal nikotin, zat ini secara alamiah terkandung dalam tanaman tembakau. Nikotin dalam bentuk konsentrat cair diperoleh dari ekstraksi daun tembakau melalui proses tertentu. Penggunaan konsentrat nikotin cair yang disetujui oleh FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat) adalah sebagai insektisida. Efektifitas zat ini sebanding dengan senyawa organofosfat, dan nikotin cair merupakan satu diantara sedikit senyawa toksik yang ampuh membasmi serangga serta tidak menimbulkan kekebalan dari serangga lain. Nikotin disebutkan mempunyai toksisitas tinggi, sehingga tidak perlu dosis besar sudah dapat menyebabkan keracunan yang sangat mungkin berujung pada kematian. Referensi menyebutkan bahwa nikotin dalam dosis yang sangat kecil dapat berguna untuk membantu terapi orang yang ingin berhenti merokok, namun selain itu belum ditemukan kegunaan medis nikotin untuk terapi lain.
Efek utama nikotin terhadap tubuh adalah mengaktivasi sistem saraf simpatis, mekanisme yang bertanggung jawab mengatur tubuh agar berada dalam kondisi siaga atau waspada, biasanya ditandai dengan meningkatnya denyut jantung, dan tekanan darah. Kadar rendah nikotin dalam darah sudah mampu menyebabkan terjadinya peningkatan denyut jantung. Sehingga orang yang mengkonsumsi nikotin secara rutin, setiap hari, baik itu melalui rokok konvensional ataupun rokok elektronik, bisa dikatakan sedang memacu sistem saraf simpatis tubuhnya selama 24 jam sehari tanpa istirahat.
Fakta bahwa darah perokok cenderung lebih kental dan mudah menggumpal ternyata sangat berkaitan erat dengan efek nikotin pada sistem peredaran darah tubuh kita. Nikotin menghambat sintesis prostasiklin, yaitu zat yang bertugas mencegah terjadinya proses penyumbatan pembuluh darah, sehingga darah menjadi mudah menggumpal dan akhirnya menyumbat aliran darah. Selain itu nikotin juga meningkatkan pembentukan kolesterol jahat menyebabkan dinding arteri menjadi lebih sempit dan kurang fleksibel (kaku). Kombinasi dua kondisi seperti yang telah disebutkan di atas, yaitu mudahnya penggumpalan darah serta penyempitan pembuluh darah, akan meningkatkan berkali lipat risiko terjadinya penyumbatan pembuluh darah atau trombosis, yang kemudian memicu terjadinya serangan jantung atau stroke.
Berkaitan dengan kondisi sistem pernafasan perokok yang sering bermasalah seperti batuk kronis dan penyakit pernafasan menahun lainnya, ternyata juga tidak lepas dari pengaruh efek nikotin. Nikotin mempunyai sifat menarik sel radang ke jaringan dan meningkatkan aktivitas sel radang tersebut sehingga terjadi proses radang pada jaringan. Sel radang yang teraktivasi akan melepaskan suatu senyawa enzim yang dapat merusak jaringan disekitarnya. Pada perokok, baik konvensional maupun elektronik, paru-paru merupakan organ tubuh yang paling rawan dan sering terkena paparan langsung nikotin, sehingga sangat masuk akal bila kemudian jaringan paru-paru perokok mengalami kerusakan akibat proses radang yang terjadi dalam waktu lama dan berulang-ulang.
Fakta bahwa darah perokok cenderung lebih kental dan mudah menggumpal ternyata sangat berkaitan erat dengan efek nikotin pada sistem peredaran darah tubuh kita. Nikotin menghambat sintesis prostasiklin, yaitu zat yang bertugas mencegah terjadinya proses penyumbatan pembuluh darah, sehingga darah menjadi mudah menggumpal dan akhirnya menyumbat aliran darah. Selain itu nikotin juga meningkatkan pembentukan kolesterol jahat menyebabkan dinding arteri menjadi lebih sempit dan kurang fleksibel (kaku). Kombinasi dua kondisi seperti yang telah disebutkan di atas, yaitu mudahnya penggumpalan darah serta penyempitan pembuluh darah, akan meningkatkan berkali lipat risiko terjadinya penyumbatan pembuluh darah atau trombosis, yang kemudian memicu terjadinya serangan jantung atau stroke.
Berkaitan dengan kondisi sistem pernafasan perokok yang sering bermasalah seperti batuk kronis dan penyakit pernafasan menahun lainnya, ternyata juga tidak lepas dari pengaruh efek nikotin. Nikotin mempunyai sifat menarik sel radang ke jaringan dan meningkatkan aktivitas sel radang tersebut sehingga terjadi proses radang pada jaringan. Sel radang yang teraktivasi akan melepaskan suatu senyawa enzim yang dapat merusak jaringan disekitarnya. Pada perokok, baik konvensional maupun elektronik, paru-paru merupakan organ tubuh yang paling rawan dan sering terkena paparan langsung nikotin, sehingga sangat masuk akal bila kemudian jaringan paru-paru perokok mengalami kerusakan akibat proses radang yang terjadi dalam waktu lama dan berulang-ulang.
Beberapa efek nikotin bagi kesehatan telah diuraikan sebelumnya, namun yang terpenting dan menjadi permasalahan utama adalah sifat nikotin yang menimbulkan adiksi. Salah satu penjelasan untuk efek adiksi dari nikotin adalah pengaruh yang kuat pada sistem transmisi saraf di otak. Nikotin yang menempel pada reseptor di otak memicu peningkatan produksi dopamin, yaitu senyawa yang bertanggung jawab menimbulkan perasaan-perasaan menyenangkan dan positif. Senyawa lain yang juga ditingkatkan produksinya oleh keberadaan nikotin pada reseptor otak adalah serotonin dan beta-endorfin, yang bertanggungjawab terhadap regulasi mood (kondisi emosi) serta mengendalikan dan mengurangi perasaan cemas dan stress. Inilah mengapa dorongan untuk merokok menjadi sangat kuat pada perokok saat mengalami kondisi perasaan buruk dan negatif karena stress. Pada perokok, reseptor di otaknya sudah merekam memori bahwa kadar nikotin tertentu membuat tubuh dan perasaan dalam kondisi yang menyenangkan, sehingga pada saat kadar nikotin dalam tubuhnya mulai berkurang atau tidak sesuai kadar minimal yang biasanya, otak akan memerintahkan untuk merokok lebih banyak hingga kadar nikotin yang diinginkan tercapai. Inilah efek adiksi dari nikotin, yang membuat perokok tidak dapat berhenti merokok. Dan perlu diingat bahwa kenyataan adiksi terhadap nikotin inilah yang membuat sirkulasi pemasaran produk tembakau (termasuk rokok konvensional dan elektronik, selama itu mengandung nikotin) masih bisa tetap berlangsung dengan kuatnya di tengah-tengah upaya pengendalian tembakau.
Standar keamanan produk rokok elektronik
Permasalahan utama yang muncul terkait wacana penggunaan rokok elektronik adalah standar keamanan produk untuk digunakan secara bebas di masyarakat. Mudahnya akses terhadap produk ini oleh masyarakat dari berbagai kalangan, sementara risiko yang berdampak sangat serius pada kesehatan bila terjadi kasus salah penggunaan produk, menjadikan standar keamanan untuk alat penghantar nikotin ini mutlak diprioritaskan, termasuk meliputi dosis. Namun yang terjadi adalah temuan bahwa alat eletronik penghantar nikotin yang beredar di pasaran ternyata tidak memiliki konsistensi standar kalibrasi antara kadar yang tercantum di label produk dengan kadar nikotin yang dihantarkan pada kenyataannya. Contoh seperti yang dilaporkan oleh FDA setelah melakukan pengujian terhadap beberapa jenis merek produk rokok elektronik, bahwa dari sekian banyak sampel produk, tidak sedikit yang ternyata ditemukan menghantarkan nikotin dengan kadar yang berbeda dari nilai yang tertera di label produk itu sendiri.
Sedikit lebih lanjut mengenai keracunan nikotin. Sebenarnya sangat kecil kemungkinan orang mengalami keracunan nikotin melalui merokok konvensional saja. Karena dalam rokok tradisional, kadar nikotinnya jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan rokok elektronik yang berisi konsentrat nikotin murni. Biasanya bisa terjadi keracunan nikotin bila ada penggunaan produk nikotin lain pada waktu yang bersamaan, seperti misalnya menggunakan plester nikotin, atau permen nikotin dan tetap melakukan aktivitas merokok, sehingga asupan nikotin menjadi sangat berlebih. Mekanisme lain yang bisa menimbulkan keracunan nikotin adalah kontak langsung kulit dengan zat nikotin itu sendiri. Disebutkan bahwa nikotin bersifat lipofilik, sehingga dapat menembus dinding lemak, sehingga pada kontak langsung nikotin dengan permukaan kulit tubuh, zat ini dapat dengan mudah meresap menembus lapisan kulit dan masuk ke peredaran darah tubuh. Sentuhan langsung kulit dengan nikotin konsentrasi tinggi dapat dengan mudah menyebabkan keracunan dan bisa berakibat fatal. Gejala keracunan nikotin yang dilaporkan terjadi meliputi mual, muntah, pusing, berdebar-debar, kesulitan bernafas, kram perut, bahkan bisa sampai pada tahap hilangnya kesadaran dan kematian.
Terkait dengan risiko ini semakin menegaskan perlunya pengaturan yang serius serta informasi yang jelas untuk penggunaan produk rokok elektronik. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa alat ini dapat diisi ulang menggunakan konsentrat nikotin cair yang kadarnya lebih dari cukup untuk dapat menimbulkan keracunan dengan konsekuensi serius. Terlebih lagi dengan kondisi saat ini mudahnya rokok elektronik diakses oleh masyarakat yang memliki tingkat pengetahuan dan kewaspadaan sangat bervariasi pada setiap individunya, sementara informasi terkait keamanan produk dan risikonya sangat minim, maka akan sangat rawan terjadi kecelakaan atau kesalahan dalam menangani produk yang akhirnya berakibat fatal.
Rokok elektronik untuk terapi berhenti merokok
Dalam dosis yang kecil, nikotin disebutkan mempunyai nilai terapeutik dalam usaha penghentian rokok. Namun yang perlu diketahui adalah bahwa nikotin tidak efektif mengurangi konsumsi rokok pada perokok yang tidak berusaha berhenti merokok. Nikotin bukanlah obat yang bisa membuat orang berhenti merokok. Terapi nikotin dalam usaha penghentian merokok adalah untuk mengatasi permasalahan yang muncul dari reaksi penarikan nikotin dalam tubuh perokok. Seperti layaknya terapi pada pecandu zat adiktif, obat yang diberikan berfungsi untuk membantu pecandu tersebut mengendalikan reaksi tubuhnya terhadap penarikan zat adiktif tersebut, dengan kata lain membantu mengatasi/mengurangi sakaw, bukan mengobati adiksi.
World Health Organization (WHO) pada September 2008 telah menyatakan bahwa mereka tidak menyetujui dan tidak mendukung rokok elektronik dikonsumsi sebagai alat untuk berhenti merokok. Dan pada 6-7 Mei 2010 lalu, WHO kembali mengadakan pertemuan membahas mengenai peraturan terkait keselamatan dan keamanan produk penghantar nikotin ini, serta menyatakan bahwa produk tersebut belum melalui pengujian yang cukup untuk menentukan apakah aman dikonsumsi. Atas pertimbangan itu pula Badan POM telah menyarankan agar produk tersebut dilarang beredar, dan kepada masyarakat agar tidak mengonsumsi produk alternatif rokok tersebut.
Bila rokok elektronik memang dimaksudkan sebagai terapi untuk membantu usaha berhenti merokok, maka perlu regulasi yang jelas dan terukur dalam penggunaannya. Metode yang diusulkan ini tidak bisa efektif bila digunakan tanpa aturan dan dosis yang benar. Beberapa intervensi farmakologis yang telah diusahakan selama ini untuk mendukung usaha penghentian merokok, yaitu terapi penggantian nikotin (Nicotine Replacement Therapy), seperti contohnya penggunaan permen dan plester nikotin (nicotine gum and patch), obat varenicline, semuanya mempunyai aturan pakai yang jelas, termasuk cara penggunaan dan dosisnya. Begitu pula wacana rokok elektronik sebagai metode pendukung usaha penghentian merokok, bila memang murni tujuannya sebagai metode pereduksi bahaya rokok, dan bukan hanya sekedar slogan pemasaran, maka seharusnya produk ini dikategorikan sebagai obat dimana untuk pemasaran serta penggunaannya perlu disertai regulasi dan aturan pakai yang jelas, terutama terkait dosis. Misalnya dengan ukuran dosis kadar nikotin yang bertahap makin kecil dan aturan pakai yang jelas, sehingga tercapai efek pengurangan secara bertahap (tapering off).
Potensi permasalahan baru
Hal lain yang perlu juga mendapat perhatian kita adalah adanya potensi permasalahan terkait efek adiksi nikotin itu sendiri. Nikotin dalam kadar yang rendah saja sudah bisa menimbulkan adiksi pada penggunanya, ambil contoh mudah yang lazim terjadi di masyarakat yaitu pada perokok konvensional, yang awalnya hanya coba-coba namun akhirnya justru tidak bisa menghentikan kebiasaan merokok tersebut walaupun sebenarnya ingin berhenti. Dibandingkan dengan rokok elektronik yang jelas mengandung nikotin cair dalam kadar lebih tinggi daripada rokok konvensional, bisa dibayangkan besarnya potensi masalah adiksi yang dapat ditimbulkan dengan penggunaan alat ini secara bebas. Apalagi dengan slogan pemasaran produk yang misleading, menimbulkan salah kaprah terhadap fakta sebenarnya, sehingga informasi yang diterima oleh masyarakat justru menarik minat untuk mencoba menggunakan produk ini. Kehawatiran munculnya masalah terkait fenomena mulai maraknya peredaran rokok elektronik ini di negara kita yaitu tumbuhnya populasi baru individu yang mengalami kecanduan terhadap nikotin, sementara permasalahan perokok yang sulit menghentikan kebiasaan merokok masih belum sepenuhnya teratasi.
Tanpa regulasi produk yang jelas, penjualan secara bebas produk e-cigarette ini tak ubahnya seperti membiarkan peredaran zat adiktif di masyarakat. Perlu diingat pada prinsipnya segala bentuk produk tembakau yang ada di pasaran sebenarnya adalah menjual nikotin. Para perokok yang mengalami kesulitan dalam usahanya berhenti merokok, atau bahkan sama sekali tidak bisa berhenti merokok, dan justru kian hari makin bertambah jumlah konsumsi rokoknya, adalah karena kecanduan terhadap nikotin. Dan rokok elektronik ini bisa dikatakan sebenarnya adalah bentuk lain pemasaran nikotin, namun dengan kemasan baru yang lebih menarik karena menawarkan konsep-konsep modern, canggih, elegan, dan tetap perduli kesehatan dan aman. Adalah tugas kita bersama untuk saling mengingatkan, berbagi informasi yang dapat dipertanggungjawabkan serta tetap menjaga kewaspadaan demi kemaslahatan bersama di masyarakat kita.
Sumber: dr. Wika Hartanti Quit Tobacco Indonesia
nikotin itu berbahaya bagi kesehatan Yes....rokok elektrik itu berbahaya kah blom ada penelitiannya,Dari tadi hanya mebahas nikotin di eliquid rokok elektrik...jd jika tanpa nikotin aman donk?????ada lho e liquid yg zero nikotin✌ so??
BalasHapus