Fakta mengenai Industri dan bisnis Rokok di Indonesia

No Smoking

Jumat, 04 November 2011

Teknologi dan Upaya Penanggulangan Rokok

Rokok pada berbagai intensitas baik pada pria dan wanita juga diketahui sebagai faktor penyebab sejumlah penyakit mematikan, seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, kanker perut, kanker paru-paru, penyakit paru obstruktif kronis, penyakit jantung koroner, dan lainnya (Ambrose dan Barua, 2004; Mucha, Stephenson, et.al., 2006). Rokok menjadi masalah kesehatan yang perlu diprioritaskan di Indonesia. Merujuk pada hasil riskesdas 2010 diketahui prevalensi perokok di Indonesia sebesar 34,7%. Rata-rata jumlah batang rokok yang mereka hisap yaitu 1-10 batang tiap harinya. Bahkan 20% dari perokok di Indonesia, merokok sejumlah 11-20 batang perhari (Kemenkes, 2010). Padahal merokok 1-4 batang perhari juga sudah dapat menimbulkan bahaya seperti penyakit hati ischaemic dan kanker (Mucha, Stephenson, et.al., 2006). Untuk jumlah pengeluaran rumah tangga dilihat dari pola konsumsi sebagian masyarakat cukup memperihatinkan. Masyarakat yang tergolong rawan pangan di pedasaan saja memiliki pengeluaran untuk tembakau melebihi kelompok tahan pangan (Saliem dan Ariningsih, 2009).

Rokok juga masalah yang semakin meluas di kalangan muda. Perilaku merokok saat ini di Indonesia sudah menjadi bagian dari gaya hidup kaum muda. Berdasarkan laporan Riskesdas 2010, diketahui bahwa rata-rata umur mulai merokok di Indonesia yaitu 17,6 tahun (Kemenkes, 2010). Bahkan perokok di usia yang lebih muda juga dapat ditemui. Berdasarkan hasil survei Global Youth Tobacco (GYT) tahun 2009, sebesar 34,4 % anak remaja usia 13-15 tahun pernah merokok dan bahkan 20,3% dari anak usia tersebut merupakan perokok tetap. Merlihat data tersebut dapat diprediksi jika faktor resiko ini tidak segera ditanggulangi maka beban penyakit yang akan ditanggung pada masa mendatang akan semakin besar.
Sejumlah daerah di Indonesia telah memiliki peraturan daerah yang mengatur kawasan tanpa rokok (Perda KTR), seperti Jakarta, Yogyakarta, Pontianak dan lainnya. Terkadang belum konprehensifnya upaya yang dilakukan menyebabkan strategi anti rokok kalah dengan strategi pemasaran mereka. Meskipun telah memiliki Perda KTR upaya lain seperti pembatasan iklan dan penjualan, serta dukungan berhenti merokok. Leluasanya strategi mereka juga disebabkan oleh lemahnya kebijakan publik untuk membatasi kebebasan merokok. Itu terlihat dari murahnya harga rokok, periklanan yang bebas, penjualan yang tidak dibatasi dan lainnya (Sadikin dan Melva, 2008). Selain itu masih banyak masyarakat yang salah kaprah tentang rokok dan hanya sedikit di antara perokok yang merasa bahwa rokok berbahaya bagi orang di sekitarnya (perokok pasif) (Nithcer, et.al., 2009).
Upaya penanggulangan rokok tidak hanya sebatas pada penegakan hukum dan regulasi, melainkan juga perlu upaya pendekatan kognitif dan perilaku yang personal. Pendekatan ini lebih bertujuan pada membuat perokok dan non-perokok mengerti dampak rokok secara spesifik, mengikis mitos dan tradisi tentang rokok, serta membantu perokok untuk berhenti dari kebiasaan merokok (Sadikin dan Melva, 2008).
Untuk menyusun upaya penanggulangan, setidaknya mempertimbangkan tiga komponen penting, yaitu struktur, konten dan penyampaian. Komponen struktur terdiri atas tatanan dan sasaran. Komponen konten terdiri atas target perubahan perilaku dan metode. Sedangkan penyamaian yaitu saluran, media dan pesan (NIDA, 2003). Menurut model sosial ekologi, terdapat empat tatanan yang dapat diintervensi untuk meningkatkan perilaku sehat dan menurunkan perilaku berisiko pada kelompok usia muda, yaitu tatanan keluarga, sekolah, komunitas, dan budaya. Tatanan sekolah merupakan tatanan yang penting dan baik digunakan untuk menjangkau kelompok usia muda. Karena sebagian besar dari mereka akan menghabiskan sebagian waktunya di sekolah. Selain itu juga tatanan tersebut lebih tertata dan memiliki  infrastruktur yang mendukung pelaksanaan promosi kesehatan (Inman, et.al., 2011). Sekolah juga terbukti efektif untuk upaya promosi kesehatan pada remaja termasuk penanggulangan rokok (Deny, et.al., 2011; Dobins, et.al., 2008).
Intervensi penanggulangan rokok dengan pendekatan personal kognitif semestinya lebih efektif dan sesuai dengan karakteristik sasaran. Intervensi melalui pemberian motivasi berdasarkan Model Transteoritical (TTM) terbukti berpengaruh pada perokok kelompok usia remaja. Pemberian motivasi mampu merubah secara positif intensi perilaku merokok, bahkan sampai pada berhenti merokok (Erol dan Erdogan, 2008). Umumnya sekolah (dasar dan menengah) sudah memiliki saluran untuk melaksanakan upaya personal kognitif melalui upaya kesehatan sekolah (UKS) dan bimbingan konseling sekolah (BK). Upaya dukungan berhenti merokok mengalami kendala ketika diterapkan pada level perguruan tinggi. Umunya perguruan tinggi tidak memiliki saluran semisal UKS dan BK, serta mobilitas mahasiswa yang tinggi juga menjadi kendala pelaksanaan konseling ataun pemberian motivasi secara klasikal atau face to face.
Pesan motivasi dan metode perubahan perilaku yang biasa dugunakan dalam konseling tatap muka dapat pula dimodifikasi dan dimanfaatkan melalui teknologi kepada sasaran. Teknologi yang umum telah digunakan dalam upaya promosi kesehatan seperti website, telpon, maupun telpon seluler. Pemanfaatan media promosi kesehatan pasti akan semakin luas dan tidak hanya terbatas pada media klasik seperti televisi, billboard, radio dan lainnya. Mobile informasi kesehatan memiliki potensi menyampaikan dukungan untuk mengendalikan perilaku merokok dengan lebih personal. Dengan cara ini, dukungan mampu diwujudkan kepada siapapun dimanapun, tanpa harus hadir di pusat layanan, dapat pula dilakukan dengan interaktif dengan biaya yang relatif murah. Pengguna teknologi mobile informasi merupakan saluran yang potensial untuk mempromosikan kesehatan dengan lebih personal. Selain itu teknologi informasi juga sangat dekat dengan generasi muda saat ini.
Diantara tiga media yang telah disebutkan di atas, telpon seluler atau HP merupakan media yang paling potensia saat ini. Sebagai media komunikasi, pemanfaatan HP semakin meningkat tiap tahunnya. Sampai sekarang sudah terdapat 8 operator seluler di Indonesia. Jumlah pelanggannya sampai Maret 2006 telah mencapai 50,6 juta pelanggan, jauh lebih besar dari pada pelanggan dan pengguna internet. Dan diprediksi pelanggan HP akan semakin meningkan tiap tahunnya (Sembiring, 2006).
Pesan teks HP sudah dimanfaatkan sebagai media promosi kesehatan seperti memonitor perkembangan klinis pasien HIV/AIDS, hipertensi, diabetes, asma (Cole-Lewis dan Trace, 2010), sebagai pengingat perilaku sehat seperti menjaga berat badan dan minum vitamin (Cocosila, et.al., 2009Gerber, et.al., 2009). Pesan teks HP juga terbukti secara ilmiah pada kasus penanggulangan rokok (Free, et.al., 2011; Haug, et.al., 2009; Fjeldsoe, et.al., 2009).
Namun harus diingat bahwa intervensi melalui pesan telpon seluler ini bukan berarti hanya mengandalkan manufer teknologi saja. Intervensi tersebut juga harus memperhatikan karakteristik pesan yang akan disampaikan kepada sasaran. Teknologi hanyalah media, namun yang terpenting adalah metode dan pesan yang akan disampaikan tetap berdasarkan teori dan bukti yang ilmiah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
;