PHBS di Sekolah adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan oleh peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah agar mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan, serta meningkatkan produktifitasnya. Beberapa perilaku sehat yang sebaiknya diadopsi untuk mencapai tujuan tersebut seperti mencuci tangan dengan air yang mengalir dan menggunakan sabun, mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah, menggunakan jamban yang bersih dan sehat, olahraga yang teratur dan terukur, memberantas jentik nyamuk, tidak merokok di sekolah, menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap 6 bulan, membuang sampah pada tempatnya.
Sumber daya yang terbatas menjadi latar belakang kegiatan promosi kesehatan di Sekolah belum berjalan. Promosi kesehatan UGM pernah membina Program promosi kesehatan tahun 2009 di Sekolah Dasar Negeri Deresan Kecamatan Depok Kabupaten Sleman. Penilaian kebutuhan menghasilkan program promosi kesehatan cuci tangan pakai sabun (CTPS) kepada siwa. Strategi yang dilakukan saat itu melalui pendidik sebaya yang dikenal dengan duta CTPS untuk meningkatkan sikap dan perilaku CTPS siswa.
Hasil penilaian cepat (RAP) yang dilakukan pada 19 Juli 2011 terlihat program promosi kesehatan tersebut tidak berjalan dengan baik. Fasilitas CTPS tidak terawat seperti tidak tersedianya sabun dan serbet. Masalah lain yang terlihat yaitu media yang tidak tersedia, serta peran dari duta cuci tangan yang belum jelas. Selain itu kendala yang cukup penting adalah belum regulasi sekolah yang mengatur pendidikan kesehatan di sekolah. Namun masalah muncul tidak hanya seputar CTPS, tetapi juga perilaku hidup bersih sehat lainnya, seperti perilaku buang sampah sembarangan dan sekolah sebagai kawasan tanpa rokok (KTR). Untuk KTR di sekolah perlu digaris bawahi karena sekolah belum menetapkan secara resmi melalui surat keputusan kepala sekolah. Pihak sekolah maupun orang tua siswa belum menganggap masalah tersebut sebagai prioritas. Masih terlihat orang dewasa baik orang tua siswa maupun jajran sekolah yang merokok di kawasan sekolah, dan tentunya menjadi preseden buruk bagi perkembangan anak.
Dari hasil penilaian kebutuhan disimpulkan perlu untuk memperkuat program promosi kesehatan yang telah ada, seperti memperjelas peran dari duta cuci tangan sebagai pendidik sebaya di Sekolah pada masalah tidak hanya CTPS melainkan juga PHBS di Sekolah secara keseluruhan. Memperkuat peran pendidik sebaya ini dengan dukungan formal dari pihak sekolah dan peran media promosi kesehatan. Jadi program promosi kesehatan sekolah memfokuskan pada semua indikator PHBS di sekolah, yaitu seperti mencuci tangan dengan air yang mengalir dan menggunakan sabun, mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah, menggunakan jamban yang bersih dan sehat, olahraga yang teratur dan terukur, memberantas jentik nyamuk, tidak merokok di sekolah, menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap 6 bulan, membuang sampah pada tempatnya.
Untuk mencapai tujuan itu ditempuh melalui tiga strategi, yaitu pelatihan, advokasi dan pemasaran melaui media. Pelatihan dilakukan yang pertama untuk membentuk kelompok pendidik sebaya layaknya dokter kecil PHBS atau yang dinamakan laskar PHBS. Kelompok laskar PHBS ini direkrut secara purposiv oleh wali kelas dan penanggungjawab UKS terhadap siswa kelas 4 dan 5. Kemudian melalui pelatihan diharapkan dapat meningkatkan skil dan mental laskar PHBS agar mampu mempengaruhi perilaku teman dan PHBS di sekolah. Nantinya para laskar tersebut akan mendapatkan sejumlah peran untuk memonitoring dan melaporkan tiap indikator PHBS sekolahnya kepada penanggungjawab UKS.
Strategi yang kedua yaitu advokasi yang ditujukan kepada kepala sekolah dan jajarannya. Advokasi dilakukan untuk memberi dukungan formal sekolah atas keberadaan Pendidik Sebaya. Akhir dari kegiatan advokasi diharapkan lahir surat keputusan mengenai penguatan terhadap keberadaan dan peran pendidk sebaya. Dan strategi yang ketiga yaitu pemasaran melalui media ditujukan kepada sivitas sekolah secara keseluruhan baik siswa, guru termasuk orang tua atau wali murid. Media yang digunakan seperti poster, standing banner dan warning sign. Media yang dipasang diharapkan mampu memberikan penawaran perubahan perilaku hidup yang sehat dengan keuntungan meningkatnya kualitas siswa dan sekolah. Para pemasar produk PHBS tersebut tentunya adalah pada pendidik sebaya atau yang dinamakan laskar PHBS. Media yang digunakan adalah poster dan warning sign. Poster dipasang di sepanjang selasar sekolah, sedangkan warning sign dipasang di lokasi-lokasi rawan penyimpangan PHBS. Warning sign ukuran baliho dipasang di depan sekolah untuk menegaskan bahwa sekolah merupakan kawasan tanpa rokok.
Hasil dari kegiatan yang hanya dilaksanakan 1 bulan tersebut sangat mengesankan. Sekolah berhasil membentuk laskar PHBS yang terdiri atas 20 orang siswa. Laskar dibekali dengan pengetahuan mengenai PHBS, cara komunikasi asertif dan peran tugas laskar. Terbentuknya laskar serta peran dan tugas yang diemban juga mendapat dukungan penuh pimpinan sekolah. Itu terlihat dengan lahirnya surat keputusan kepala sekolah. Tidak hanya itu, pimpinan sekolah juga mendukung pencanangan sekolah dasar negeri nderesan kabupaten sleman sebagai kawasan tanpa rokok. Dengan penerapan kawasan tanpa rokok tidak ada lagi orang tua atau wali murid maupun guru yang boleh merokok di sekolah. Sekolah juga menjadi daerah yang steril dari iklan maupun promosi produk rokok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar