Fakta mengenai Industri dan bisnis Rokok di Indonesia

No Smoking

Jumat, 03 Februari 2012

Stress??? Jauhi Rokok dan Kopi

Kopi dan rokok biasanya menjadi teman dekat orang-orang yang tengah mengalami stres. Padahal menurut sebuah penelitian, minum kopi di bawah tekanan yang tinggi hanya akan meningkatkan halusinasi.

Pemimpin studi Profesor Simon Crowe dari University’s School of Psychological Sciences mengatakan, bahwa ada hubungan antara kafein dan tingkat stres. Semakin tinggi stres dan makin tinggi konsumsi kopi, risiko halusinasi juga makin tinggi. Tim Crowe melibatkan 92 individu dengan tingkat stres tinggi dan rendah. Masing-masing diberi asupan kafein dalam jumlah sedikit dan banyak.
Kemudian setiap peserta diperdengarkan sebuah lagu yang hampir seluruhnya tahu, yaitu White Chrismast dengan volume konstan, bahkan hampir tidak terdengar. Hasilnya, mereka yang berada dalam kondisi stres tingkat tinggi dan mengonsumsi kafein dalam jumlah besar mengaku mendengar lagu tersebut dengan sangat jelas. "Ada hubungan antara tingkat stres yang tinggi, psikosis dan kafein. Kombinasi stres dan kafein memengaruhi kemungkinan gejala psikosis seperti halusinasi pendengaran," katanya. 
Bagi perokok, awalnya sebatang rokok hanya merupakan penghilang stres. Tetapi, selama masa stres, rokok tidak mungkin ditinggalkan. Sayangnya, kita semua tahu, dari sisi keuangan, rokok bukanlah barang murah. Terutama bagi kesehatan. Dan karena merokok menciptakan lebih banyak stres daripada menguranginya, sangat penting untuk menghentikannya.
Dalam penelitian yang melibatkan 469 perokok yang mencoba untuk berhenti setelah dirumahsakitkan karena penyakit jantung, telah menemukan dari pasien tersebut yang menjauhi rokok selama setahun dilaporkan penurunan dari tingkat stres yang mereka rasakan.
Tingkat stres tidak mengalami perubahan pada pasien jantung yang tetap merokok, menurut sejumlah peneliti dari Barts and The London School of Medicine and Dentistry. Penelitian dilaporkan dalam jurnal Addiction (http://www3.interscience.wiley.com/journal/123497661/ abstract), menyokong teori tersebut, setidaknya untuk beberapa orang, merokok sebenarnya mengkontribusi penyebab stres kronis. “Para perokok cenderung melihat rokok sebagai alat untuk mengatur stres, dan mantan perokok terkadan kembali merokok, percaya bahwa hal tersebut untuk membantu mereka bertahan dengan kejadian stres dalam hidup mereka,” ujar peneliti Peter Hajek kepada Reuters Health melalui surat atau e-mail.

Penelitian ini juga disebutkan membantu menjelaskan bagaimana stres dapat menyebabkan gejala adanya skizofrenia, gangguan mental yang ditandai dengan pecahnya proses pemikiran dan respon emosional seperti halusinasi pendengaran. Ini membantu kita lebih hati-hati terhadap jumlah kafein dan nikotin di saat banyak orang mengagung-agungkan manfaat kafein dan nikotin untuk kesehatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
;