Produsen dan importir rokok wajib mencantumkan peringatan berupa tulisan yang jelas dan gambar pada kemasannya. Sebab, hal ini merupakan perwujudan dari jaminan dan perlindungan terhadap hak setiap orang untuk memperoleh informasi sebagaimana ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945. Demikian dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi dalam putusan nomor 34/PUU-VIII/2010 terkait pengujian Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang dibacakan Selasa (1/11) malam, di ruang sidang Pleno MK. Dalam hal ini, Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan Pemohon.
“Bahwa dengan diwajibkannya mencantumkan peringatan kesehatan dengan tanda gambar atau bentuk lainnya, akan semakin menjamin terpenuhinya hak-hak konstitusional warga negara Indonesia khususnya para konsumen dan/atau calon konsumen rokok untuk memperoleh informasi tentang bahaya merokok, karena para konsumen dan/atau calon konsumen, selain terdiri atas masyarakat yang memiliki kemampuan baca-tulis, juga terdiri atas mereka yang tidak atau belum memiliki kemampuan baca-tulis,” tulis Mahkamah dalam pertimbangan hukumnya.
Bahkan, lanjut Mahkamah, bagi mereka yang mengalami cacat fisik tertentu seperti kebutaan memerlukan informasi peringatan kesehatan tersebut sehingga peringatan dapat juga ditambah dalam ”bentuk lainnya”, misalnya dengan menggunakan huruf braille, sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Pasal 114 UU Kesehatan.
Mahkamah berpendapat, terdapat ketidaksinkronan norma yang penafsirannya berpotensi merugikan hak-hak warga negara pada Pasal 114 UU Kesehatan dan Penjelasannya yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ”peringatan kesehatan” adalah ”tulisan yang jelas dan mudah terbaca dan dapat disertai gambar atau bentuk lainnya”.
Hal itu dikarenakan, lanjut Mahkamah, pada Pasal 199 ayat (1) UU 36/2009 menyatakan bahwa, ”Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau memasukkan rokok ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan tidak mencantumkan peringatan kesehatan berbentuk gambar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 dipidana penjara ...”. Bahwa kata ”dapat” di dalam Penjelasan Pasal 114 UU Kesehatan adalah bermakna alternatif yaitu pencantuman peringatan kesehatan yang berbentuk tulisan yang jelas dan mudah terbaca tersebut dapat disertai atau tidak disertai gambar atau bentuk lainnya, sedangkan Pasal 199 ayat (1) UU 36/2009 dapat dimaknai imperatif yaitu peringatan kesehatan harus mencantumkan selain tulisan juga bentuk gambar.
Padahal, sambung Mahkamah, kedudukan Penjelasan pasal adalah menjelaskan mengenai norma hukum yang dimuat dalam pasal, sehingga dengan adanya penjelasan tersebut maksud dan tujuan norma hukum menjadi jelas dan terang serta tidak diinterpretasikan lain selain apa yang dimaksud oleh pembentuk hukum tersebut.
“Jika ada norma hukum yang memuat ketentuan sanksi pidana yang normanya merujuk kepada Penjelasan pasal dari Undang-Undang, maka norma hukum pidana tersebut jelas bertentangan dengan asas legalitas karena mengatur sanksi pidana kepada orang yang melanggar Penjelasan pasal, karena Penjelasan pasal bukanlah norma,” tegas Mahkamah.
Mahkamah menilai, ketentuan Pasal 114 UU Kesehatan khususnya pada kata “wajib” masih dapat menimbulkan tafsir yang berbeda ketika merujuk pada Penjelasan Pasal 114 UU Kesehatan khususnya pada frasa “dan dapat”. Oleh karena itu, dalam amar putusannya, Mahkamah menyatakan bahwa kata “dapat” dalam Penjelasan Pasal 114 serta frasa “berbentuk gambar” dalam Pasal 199 ayat (1) UU Kesehatan adalah bertentangan dengan konstitusi.
Sementara itu, Mahkamah menyatakan ne bis in idem terhadap pengujian Pasal 113 UU Kesehatan yang juga dimohonkan oleh Pemohon. “Telah diputus Mahkamah dalam Putusan Nomor 19/PUU-VIII/2010, tanggal 1 November 2011 dengan amar putusan, ‘Menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya’”, ujar Mahkamah. “Pada hakikatnya alasan-alasan Pemohon dalam permohonan Nomor 19/PUU-VIII/2010 sama dengan alasan-alasan para Pemohon dalam permohonan a quo sepanjang menyangkut Pasal 113 ayat (1).” Adapun terhadap dalil-dalil lainnya, mahkamah menyatakan tidak terbukti. “Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya,” tutur Ketua Mahkamah konstitusi, Moh. Mahfud MD, saat membacakan salah satu amar putusan.
Lampiran Putusan. Download
Sumber: mahkamah konstitusi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar