Lebih dari sepertiga penduduk Kalimantan Barat adalah perokok, yaitu sebesar 34,3%. Meningkat jumlahnya jika dibandingkan dengan proporsi perokok di tahun 2007, yaitu 27,2%. Selain itu juga merupakan salah propinsi dengan proporsi perilaku merokok di dalam rumah bersama anggota keluarga lainnya. Proporsi perilaku tersebut yaitu 86,4%. Kalimantan Barat termasuk dalam propinsi dengan persentase perokok dengan rata-rata 21-30 batang per hari yang tertinggi di Indonesia, yaitu 7,4% di atas persentase nasional 4,7%.
Proporsi perokok yang merokok setiap harinya juga cukup besar. Lebih dari seperempat (29,3%) perokok di propinsi ini merokok setiap hari, lebih besar satu persen di atas proporsi nasional. Rata-rata umur perokok pemula di Kalimantan Barat adalah 17,5 tahun, tidak jauh berbeda dengan rata-rata umur perokok pemula secara nasional. (Kemenkes, 2010).
Melihat angka-angka tersebut yang menjadi kekhawatiran adalah besarnya beban penyakit yang akan muncul di tahun-tahun mendatang. Bahkan resiko meningkatnya angka kematian dini akibat penyakit terkait rokok juga di depan mata. Propinsi Kalimantan Barat belum memiliki peraturan daerah yang mengatur tetang kawasan tanpa rokok sebagaimana yang diamanatkan oleh PP No 19 Tahun 2003 sebagai upaya untuk menanggulangi masalah di atas. Namun kota Pontianak sudah melahirkan peraturan hukum yang mengatur kawasan tanpa rokok. Aturan hukum tersebut diawali dengan peraturan wali kota nomor 39 tahun 2009 yang kemudian diperkuat dengan peraturan daerah nomor 1 tahun 2010.
Ini merupakan kemajuan besar yang harus disukuri. Akan tetapi upaya penanggulangan rokok tidak hanya sebatas pada penegakan hukum dan regulasi, melainkan juga perlu upaya pembatan iklan rokok, menaikkan cukai, membatasi penjualan rokok serta pendekatan kognitif dan perilaku yang personal. Pendekatan ini lebih bertujuan pada membuat perokok dan non-perokok mengerti dampak rokok secara spesifik, mengikis mitos dan tradisi tentang rokok, serta membantu perokok untuk berhenti dari kebiasaan merokok (Sadikin dan Melva, 2008).
Jika melihat dari aspek iklan saja, sebagai contoh di Jalan Ahmad Yani sebagai jalan protokol, sekaligus kawasan perkantoran, pendidikan dan perdagangan yang terdepan, iklan rokok bertebaran di area yang semestinya masuk kedalam definisi kawasan tanpa rokok. Titik-titik iklan yang cukup mencolok yaitu di depan kantor Dinas Kesehatan Kota Pontianak, Kampus Politeknik Pontianak, Kampus Universitas Tanjung Pura, dan Kampus Universitas Muhammadiyah Pontianak. Industri rokok menggunakan strategi yang terstandar dalam memperluas identias merek dan pesan periklanan. Dalam hal ini mereka memanfaatkan nilai-nilai penting yang dimiliki kaum muda yang umumnya telah terpapar globalisasi (Hafes dan Ling, 2005). Mereka juga menyusup dalam tradisi dan budaya masyarakaat (Ng, et.al.,2007). Hal tersebut tidak hanya karena iklan yang gencar, tetapi rokok juga sangat mudah diakses di manapun, dan bahkan di daerah yang semestinya menjadi kawasan tanpa rokok. Rokok dijual mulai dari swalayan sampai dengan pedagang kakilima. Selain itu rokok juga dijual dalam paket besar hingga batangan.

Kelompok usia yang menjadi sasaran utama strategi pemasaran mereka saat ini. Jadi, tatanan sekolah merupakan tatanan yang penting dan baik digunakan untuk menjangkau kelompok usia muda, Karena sebagian besar dari mereka akan menghabiskan sebagian waktunya di sekolah. Selain itu juga tatanan tersebut lebih tertata dan memiliki infrastruktur yang mendukung pelaksanaan promosi kesehatan (Inman, et.al., 2011). Sekolah juga terbukti efektif untuk upaya promosi kesehatan pada remaja termasuk penanggulangan rokok (Deny, et.al., 2011; Dobins, et.al., 2008).
Upaya penanggulangan rokok di sekolah memiliki sejumlah strategi, salah satunya adalah mendukung upaya berhenti merokok pada siswa (Inman, et.al., 2011). Intervensi penanggulangan rokok dengan pendekatan personal kognitif semestinya lebih efektif dan sesuai dengan karakteristik sasaran. Dalam hal ini, intervensi melalui pemberian motivasi berdasarkan Model Transteoritical (TTM) terbukti berpengaruh pada perokok kelompok usia remaja. Pemberian motivasi mampu merubah secara positif intensi perilaku merokok, bahkan sampai pada berhenti merokok (Erol dan Erdogan, 2008).
Metode perubahan perilaku yang biasa dugunakan dalam konseling tatap muka dapat pula dimodifikasi dan dimanfaatkan melalui teknologi informasi. Mobile informasi kesehatan dalam hal ini memiliki potensi menyampaikan dukungan untuk mengendalikan perilaku merokok dengan lebih personal. Dengan cara ini, dukungan mampu diwujudkan kepada siapapun dimanapun, tanpa harus hadir di pusat layanan, dapat pula dilakukan dengan interaktif dengan biaya yang relatif murah. Pengguna teknologi mobile informasi merupakan saluran yang potensial untuk mempromosikan kesehatan dengan lebih personal.
Intinya, kita harus terus mendukung lahirnya kebijakan-kebijakan anti rokok yang lebih luas. Lahirnya peraturan daerah hanyalah awal dari perang terhadap rokok.Diharapkan di waktu mendatang terwujudnya upaya penanggulangan rokok yang multi ekologi dan multi strategi, agar kita dapat segera terhindar dari dampak kesehatan dari rokok serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Cahyo kota pontianak tercinta. Sehatkan warga kita.
Reference
Denny, Simon J., Robinson, Elizabeth., Utter, Jennifer., Fleming, Theresa., Grant, Sue., Milfont, Taciano L., Crengle, Sue., Ameratunga, Shanthi N., & Clark, Terryann. (2011) Do Schools Influence Student Risk-taking Behaviors and Emotional Health Symptoms? Journal of Adolescent Health, 48: 259–267
Dobbins,Maureen., DeCorby, Kara., Manske, Steve., & Goldblatt, Elena. (2008) Effective practices for school-based tobacco use prevention. Review, Preventive Medicine, 46: 289-297.
Erol, Saime., & Erdogan, Semra. (2007) Application of a stage based motivational interviewing approach to adolescent smoking cessation: The Transtheoretical Model-based study, Patient Education and Counseling, 72: 42–48.
Hafes, N., & Ling, P.M. (2005) How Philip Morris Built Marlboro Into a Global Brand for Young Adults: Implications for International Tobacco Control, Tobacco Control, 14: 262-271.
Inman, Dianna D., van Bakergem, Karen M., LaRosa, Angela C., & Garr, David R. (2011) Evidence-Based Health Promotion Programs for Schools and Communities, American Journal of Preventive Medicine, 40: 207-219.
Kementerian Kesehatan RI. (2010) Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS 2010, Badan Penelitian dan Pengembangan, Jakarta.
Ng, N., Weinehall, L., & Ohman, A. (2007) ‘If I don’t smoke, I’m not a real man’—Indonesian teenage boys’ views about smoking, Oxfordjournals, 22:794-804.
Sadikin, Z.D., & Lousia, M. (2008) Program Berhenti Merokok, Majalah Kedokteran Indonesia, 58:130-137.
mas dapat jumlah perokok kalbar dari mna , mw buat skripsi
BalasHapusplease mas
BalasHapus